Bab 4 Saat Kepercayaan Diuji

Malam itu, markas Kara lebih sunyi dari biasanya. Hanya terdengar dengungan mesin dan detak langkah jarum jam di ruang kendali. Pangeran Ogawa duduk di meja komando, wajahnya masih tenang, namun matanya menyiratkan ketegangan yang jarang terlihat. Data intelijen terbaru mengenai aktivitas musuh membuat pikirannya berputar, tapi bukan hanya itu yang mengganggunya. Eida memasuki ruangan dengan lampu senter kecil di tangannya, menyorot dokumen yang baru saja ia periksa. Ia memperhatikan Ogawa, yang tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri. Tanpa suara, ia menaruh dokumen itu di meja, lalu berdiri beberapa langkah di belakangnya. “Pangeran… aku sudah mengecek ulang semua koordinat patroli malam ini,” katanya, suaranya lembut namun tegas. “Tidak ada yang terlewat.” Ogawa mengangkat kepalanya perlahan, menatapnya sejenak. Ada kilatan apresiasi di matanya, tapi juga keraguan. “Baik… kau bisa pergi,” katanya singkat, tapi nada suaranya berbeda tidak dingin sepenuhnya, ada sedikit berat yang membuat Eida ragu. Eida menelan ludah, menahan diri. Ia ingin tetap di dekatnya, ingin membantu, tapi juga menghormati batas yang Ogawa tetapkan. “Baik,” jawabnya pelan. Namun, sebelum ia berbalik, Ogawa menambahkan, “Tinggal sebentar… aku ingin… mendengar pendapatmu tentang strategi ini.” Jantung Eida berdebar. Ini adalah salah satu momen langka ketika Ogawa membiarkan dirinya terlihat bergantung pada orang lain bahkan padanya. Ia melangkah lebih dekat, menatap peta di meja. “Menurutku… jika kita memindahkan unit patroli ke sektor Delta, kita bisa menutupi kemungkinan penyusupan lebih efektif. Tapi itu berarti sebagian wilayah Beta akan lebih rentan.” Ogawa mengangguk perlahan, matanya fokus pada peta. “Aku mengerti… pandanganmu selalu tepat, Eida. Aku… menghargai itu.” Kata-kata itu membuat dada Eida hangat, tapi di balik itu, ia juga merasakan ketegangan baru. Ada sesuatu yang Ogawa sembunyikan bukan dari dirinya, tapi dari semua orang, termasuk