**Bayangan di Istana Emas Loulan**
Langit gurun Loulan bergetar oleh panas dan bisikan purba. Di kedalaman tanah tandus, tersembunyi Istana Emas — tempat arwah dan rahasia dunia kultivasi bersemayam. Seorang pengelana muda berdiri di sana, menatap sisa tubuh bercahaya emas yang bukan milik manusia.
> “Harta karunnya ada di bagian terdalam... tubuh bagian bawah Kakek Tu seharusnya ada di sana.”
Aura dari tubuh itu menggetarkan udara, kekuatannya melampaui Raja Penyihir. Tapi semakin lama ia menatap, semakin aneh perasaannya.
> “Mungkinkah... Sang Penyihir Berdaulat menempelkan tubuh Kakek Tu pada dirinya sendiri? Karena tubuh itu... lebih sempurna dari miliknya.”
Segel di dinding berdenyut bagai jantung dunia. Ia menarik napas dalam, menatap pola yang berubah setiap detik.
> “Kecuali aku memahami polanya, bahkan harta jimat takkan mampu menembusnya. Ramalan Bintang Ungu... tuntun aku.”
Dengan Teknik Kaki Dewa Pencuri Langit dan Tangan Dewa Penukar Matahari, ia menerobos segel secepat kilat. Di baliknya, sitar berdarah, tangan dewa, dan pedang patah menanti.
> “Pedang ini tampak lemah, tapi disimpan di ruang terdalam... mungkinkah nilainya melampaui semuanya?”
Ia tertawa lirih. “Aku tinggalkan benda jahat itu. Cukup satu pedang untuk mengubah dunia.”
Namun di permukaan, dunia fana diliputi asap perang dan aroma Dupa Kebingungan yang Hilang. Di desa kecil, gembala muda dan sapi birunya berjalan di bawah langit senja, berpura-pura jadi manusia biasa.
> “Sapi Anda sungguh kuat! Bisakah ia berkembang biak dengan sapi kami?”
> “Aku tidak berkembang biak! Aku sudah punya seseorang di hatiku!”
Tawa penduduk desa menggema, sementara mata gembala itu menatap langit penuh bintang.
> “Sang guru masih di gunung... jika kita bisa melarikan diri, dia juga bisa.”
Dan di balik cakrawala, mata merah Raja Penyihir menatap mereka — tanda bahwa perburuan belum berakhir.
**Sebuah kisah tentang tubuh yang dicuri, jiwa yang terikat, dan seorang gembala yang menentang takdir d
لا يُسمح بإعادة نشر المحتوى دون إذن من المؤلف.
**Bayangan di Istana Emas Loulan**
Langit gurun Loulan bergetar oleh panas dan bisikan purba. Di kedalaman tanah tandus, tersembunyi Istana Emas — tempat arwah dan rahasia dunia kultivasi bersemayam. Seorang pengelana muda berdiri di sana, menatap sisa tubuh bercahaya emas yang bukan milik manusia.
> “Harta karunnya ada di bagian terdalam... tubuh bagian bawah Kakek Tu seharusnya ada di sana.”
Aura dari tubuh itu menggetarkan udara, kekuatannya melampaui Raja Penyihir. Tapi semakin lama ia menatap, semakin aneh perasaannya.
> “Mungkinkah... Sang Penyihir Berdaulat menempelkan tubuh Kakek Tu pada dirinya sendiri? Karena tubuh itu... lebih sempurna dari miliknya.”
Segel di dinding berdenyut bagai jantung dunia. Ia menarik napas dalam, menatap pola yang berubah setiap detik.
> “Kecuali aku memahami polanya, bahkan harta jimat takkan mampu menembusnya. Ramalan Bintang Ungu... tuntun aku.”
Dengan Teknik Kaki Dewa Pencuri Langit dan Tangan Dewa Penukar Matahari, ia menerobos segel secepat kilat. Di baliknya, sitar berdarah, tangan dewa, dan pedang patah menanti.
> “Pedang ini tampak lemah, tapi disimpan di ruang terdalam... mungkinkah nilainya melampaui semuanya?”
Ia tertawa lirih. “Aku tinggalkan benda jahat itu. Cukup satu pedang untuk mengubah dunia.”
Namun di permukaan, dunia fana diliputi asap perang dan aroma Dupa Kebingungan yang Hilang. Di desa kecil, gembala muda dan sapi birunya berjalan di bawah langit senja, berpura-pura jadi manusia biasa.
> “Sapi Anda sungguh kuat! Bisakah ia berkembang biak dengan sapi kami?”
> “Aku tidak berkembang biak! Aku sudah punya seseorang di hatiku!”
Tawa penduduk desa menggema, sementara mata gembala itu menatap langit penuh bintang.
> “Sang guru masih di gunung... jika kita bisa melarikan diri, dia juga bisa.”
Dan di balik cakrawala, mata merah Raja Penyihir menatap mereka — tanda bahwa perburuan belum berakhir.
**Sebuah kisah tentang tubuh yang dicuri, jiwa yang terikat, dan seorang gembala yang menentang takdir d